Kamis, 15 November 2012

Memaknai Hijrah

“MEMAKNAI HIJRAH”

Oleh: Mohamad Kholil, S.S., M.S.I.

(Tulisan pernah dimuat di Majalah Media Pembinaan Kementerian Agama Jawa Barat, Desember 2010)

 

“Orang-orang yang beriman, berhijrah, dan berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah orang-orang yang memiliki derajat paling tinggi di sisi Allah. Merekalah orang-orang yang mendapat kemenangan. Tuhan menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat, ridha-Nya, dan surga yang di dalamnya terdapat kebahagiaan yang kekal dimana mereka akan tinggal di sana selama-lamanya.”
(QS. At-Taubah, 9: 20-22)

Di dalam Al-Quran, kata “hijrah” dengan berbagai bentuk derivasi atau kata turunannya disebutkan tak kurang dari 38 kali. Dalam bentuk fi’il madhi (kata kerja lampau) disebut sebanyak 18 kali, dalam bentuk fi’il mudhari’ (kata kerja present dan future) sebanyak 6 kali, dalam bentuk fi’il amar (kata kerja perintah) sebanyak 4 kali, dalam bentuk isim masdar (kata benda) 1 kali, dalam bentuk isim fa’il (pelaku, subyek) sebanyak 8 kali, dan dalam bentuk isim maf’ul (obyek, sasaran) 1 kali. (Kamus Al-Munawwir, hal. 1589-1590).
Secara etimologis, “hijrah” berasal dari akar kata h-j-r (hajara) yang di dalamnya mencakup arti antara lain: memutuskan, meninggalkan, berpisah, berjalan, bergegas, berpindah. Dengan demikian, semua kata yang terdiri dari akar kata tersebut berarti perpindahan atau perubahan, baik bersifat fisik maupun non-fisik (psikis, moral, dan mental). Kata hijrah memiliki semangat mengubah atau berubah menjadi lebih baik, lebih sempurna.
Nurcholis Madjid di dalam salah satu bukunya menjelaskan, hijrah merupakan turning point (titik balik) untuk membentuk masyarakat yang berperadaban. Dengan kata lain, hijrah dimaknai sebagai upaya peningkatan kualitatif perjuangan bersama menciptakan masyarakat yang sebaik-baiknya. Ciri khasnya adalah peradaban, civilization, dan kehidupan teratur (madaniyyah atau tamaddun) yang dilandasi oleh nilai-nilai keadilan dan persaudaraan. Dengan visi inilah Kota Yatsrib kemudian diganti dengan nama Madinah yang menyiratkan berlakunya nilai-nilai keadaban. (Nurcholish Madjid, Pintu-pintu Menuju Tuhan, 1994, h. 112-113).
Adapun menurut M. Quraish Shihab, sebagaimana dijelaskan di dalam Tafsirnya Al-Mishbah, terdapat 4 (empat) poin penting seputar makna hijrah:
Pertama, kata “hijrah” digunakan untuk mengistilahkan perpindahan suatu kelompok atau individu dari satu hal yang sifatnya buruk kepada hal lain yang bersifat baik. Pengertian ini berlaku pada kegiatan “pindah tempat” maupun “pindah kelakuan”. Contoh hijrah yang paling populer dalam hal ini adalah peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah. Contoh lainnya adalah taubat yang dilakukan seseorang. Artinya, jika seseorang telah bertaubat dari dosa-dosa dan keburukan yang pernah dilakukannya, ia pada hakikatnya dapat dikategorikan “berhijrah”, yakni berpindah dari suatu kondisi buruk kepada kondisi yang baik.
Kedua, Al-Qur'an telah menjanjikan kelapangan dan kemenangan bagi siapa pun yang berhijrah. Namun, kelapangan yang akan diberikan Allah itu tentunya hanya berlaku bagi orang yang secara sungguh-sungguh melaksanakan hijrah.
Ketiga, sebelum peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW, nabi-nabi yang lain pun sama melaksanakan hijrah. Misalnya, hijrah yang dilakukan Nabi Musa AS beserta kaumnya dari Mesir ke Palestina. Meski demikian, hasil dari hijrah yang dilakukan oleh nabi-nabi terdahulu memiliki perbedaan satu sama lain. Hal ini disebabkan oleh perbedaan usaha yang dilakukan oleh masing-masing Nabi. Hijrahnya Nabi Muhammad SAW dilakukan dengan perencanaan yang matang, dan dilakukan secara sembunyi-sembunyi serta bertahap. Nabi Muhammad SAW sebagai seorang pemimpin, justeru merupakan orang terakhir yang berangkat hijrah setelah umatnya terlebih dahulu hijrah. Beliau berangkat hijrah ke Madinah bersama seorang sahabat dekatnya, Abu Bakar As-Shiddiq. Meski mengalami berbagai rintangan selama perjalanan, Beliau tidak merasa gentar sedikit pun. Bahkan, ketika mereka berdua bersembunyi di dalam goa, Nabi Muhammad SAW menenangkan hati Abu Bakar As-Shiddiq yang saat itu dirundung perasaan takut dan was-was dengan berkata: “Sesungguhnya Allah beserta kita”. Dan buah dari perencanaan serta kebersamaan yang tercermin dari ucapan beliau tersebut menjadikan hijrah Nabi akhirnya berjalan dengan sukses.
Keempat, hal yang sangat penting dalam aktifitas hijrah adalah adanya usaha yang maksimal. Ketika seseorang telah bertekad untuk berhijrah, maka menjadi keharusan baginya agar berusaha dengan sungguh-sungguh di dalam menjalankan hijrah. Karena, dengan tekad dan usaha sungguh-sungguh itulah Allah akan membantunya dalam meraih keberhasilan dari upaya hijrah tersebut.
Demikian. Semoga kita termasuk ke dalam golongan “muhajirin”, yakni golongan yang dapat memaknai dan mengamalkan arti hijrah secara hakiki di dalam menapaki proses dan dinamika kehidupan. Sehingga karenanya kita dapat senantiasa berubah dari waktu ke waktu menuju keadaan yang lebih baik dan tentunya diridhoi. Amin. Semoga bermanfaat. Wallahu A’lam. [ ]

Kamis, 18 Oktober 2012

Refleksi Dua Tahun Berdirinya MI Hidayatus Salafiyah




MI HIDAYATUS SALAFIYAH DUKUHJERUK, KARANGAMPEL, INDRAMAYU:
“Dua Tahun Berjuang Mengubah Persepsi Masyarakat Tentang Madrasah”



Pada tahun ini, MI Hidayatus Salafiyah Dukuhjeruk memasuki tahun ke-2 sejak pertama kali beroperasi pada tahun 2011 yang lalu. Sebagaimana umumnya lembaga pendidikan yang baru dirintis dan tengah berjuang menata eksistensi, berbagai tantangan dan hambatan merupakan hal yang sangat lumrah dihadapi. Termasuk menghadapi berbagai persepsi “negatif” dari sebagian masyarakat yang cenderung memandang “sebelah mata” terhadap madrasah, dan menempatkannya sebagai lembaga pendidikan “nomor dua” dibandingkan sekolah umum. Ditambah, adanya upaya-upaya “provokatif” dari beberapa pihak yang memiliki kepentingan tertentu, yang pada dasarnya “tidak suka” dengan perkembangan institusi pendidikan madrasah dalam kontestasi pendidikan di Tanah Air yang akhir-akhir ini semakin maju dan kompetitif.

Kondisi di atas tentunya merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi MI Hidayatus Salafiyah Dukuhjeruk, sekaligus menjadi lahan perjuangan dan pencerahan dalam rangka memperbaiki kekeliruan persepsi masyarakat dalam memahami hakikat dan eksistensi “madrasah” secara lebih luas dalam konteks sistem pendidikan nasional di Tanah Air.

Dari segi filosofis, spirit yang dikembangkan MI Hidayatus Salafiyah Dukuhjeruk adalah membangun paradigma pendidikan yang integrated (holistik dan terpadu) tanpa membeda-bedakan bidang keilmuan secara dikotomik atau terpisah-pisah (antara ilmu agama dan ilmu umum), baik dalam tataran teori maupun praktek. Paradigma semacam ini sangat penting dan mendasar, dalam rangka mengembangkan semua sisi potensi peserta didik agar menjadi manusia-manusia seutuhnya (al-insan al-kamil), yang tidak hanya memiliki kecerdasan intelektual, tetapi juga kecerdasan emosional dan kesalehan spiritual, baik dalam konteks hubungan dengan dirinya sendiri, sesama manusia dan lingkungan, maupun hubungan dengan Tuhannya. Spirit ini selaras dengan pemikiran salah seorang founding fathers NKRI sekaligus tokoh penting dalam sejarah berdirinya Kementerian Agama, KH. Abdul Wahid Hasyim, “bahwa pendidikan yang dikotomik (yang membeda-bedakan ilmu agama dan ilmu umum secara terpisah) hanya akan melahirkan ilmuwan-ilmuwan tak bermoral dan ulama-ulama yang tidak mengenal zamannya”.            

Profil MI Hidayatus Salafiyah Dukuhjeruk

MI Hidayatus Salafiyah Dukuhjeruk merupakan lembaga pendidikan formal tingkat dasar yang berada di bawah naungan Yayasan Pendidikan Islam dan Pesantren At-Tarbiyah Al-Islamiyah As-Salafiyah (YATISA) yang dirintis pertama kali oleh almaghfurlah KH. Achmad Rifa’i (1942-2000) sejak tahun 1987. Lembaga ini beralamat di Desa Dukuhjeruk, Blok KH. Bukhori, Kecamatan Karangampel, Kab. Indramayu.

Selain MI Hidayatus Salafiyah, lembaga pendidikan dan unit kegiatan lain yang dikelola oleh yayasan tersebut adalah: a) Raudhatul Athfal (RA) Al-Hidayah, b) Diniyah Takmiliyah Awwaliyah (DTA) Hidayatus Salafiyah, c) Pesantren Putera/Puteri, d) Jam’iyah dan Majelis Ta’lim, e) Kegiatan Sosial-Keagamaan Masyarakat, dan f) Pendidikan Masyarakat.

Pada tahun ini, melalui SK Kepala Kantor Kementerian Agama Kab. Indramayu, tanggal: 30 Juli 2012, Nomor SK: Kd.10.12/PP.00.5/Kpts/454/2012, MI Hidayatus Salafiyah Dukuhjeruk telah secara resmi mendapatkan legalitas dalam melaksanakan kegiatan pendidikan formal dan pembelajaran sesuai ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, dengan Nomor Statistik Madrasah (NSM): 111232120131.

Tahun ini, MI Hidayatus Salafiyah Dukuhjeruk telah menyaring peserta didik sedikitnya 15 siswa dan 10 siswi, dan insya Allah akan terus bertambah setiap tahunnya di bawah bimbingan beberapa orang guru yang berasal dari berbagai latar belakang keilmuan dan perguruan tinggi ber-reputasi baik, di antaranya: 1) Mohamad Kholil, S.S., M.S.I. (Alumni Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon dan Tebuireng Jombang; Magister Studi Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), 2) H. Haerun Imam, Lc. (Alumni Pesantren Gontor; Sarjana Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir), 3) Fasiha, S.Th.I. (Alumni Pesantren Darussalam Ciamis dan Walisongo Cukir Jombang; Sarjana Theologi Islam UIN Syahid Jakarta), 4) Zulaikha, S.Pd.I. (Alumni Pesantren Buntet Cirebon; Sarjana Pendidikan Guru MI IAIN Syekh Nurjati Cirebon), 5) Uswatun Khasanah, S.Pd.I. (Sarjana Pendidikan Matematika IAIN Syekh Nurjati Cirebon), 6) Susiyanti, S.Pd.I. (Sarjana Pendidikan Guru SD; Alumni Pesantren Buntet Cirebon), 7) Maufur, S.Pd.I. (Sarjana PAI; Alumni Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon), 8) Hidayat, S.Pd.I. (Sarjana Pendidikan IPA IAIN Syekh Nurjati Cirebon), dan lain-lain.

Berdirinya MI Hidayatus Salafiyah Dukuhjeruk ini sekaligus mengurangi minimnya jumlah Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang ada di lingkungan KKMI setempat yang membawahi 2 wilayah Kecamatan sekaligus, yakni Kecamatan Karangampel dan Kedokan Bunder, yang saat ini diketuai oleh Sahroni, M.Pd.I. (Kepala MI Miftahul Ulum II Kaplongan, Indramayu).

Desain Kurikulum dan Program Pembelajaran

Visi pendidikan yang diusung oleh MI Hidayatus Salafiyah Dukuhjeruk adalah “membangun generasi muslim yang unggul di bidang ilmu pengetahuan dan keterampilan hidup, serta memiliki bekal keagamaan yang memadai dan berbudi pekerti luhur”.

Mengacu pada rumusan visi di atas, secara umum, desain kurikulum dan program pembelajaran serta muatan-muatan keagamaan yang dikembangkan MI Hidayatus Salafiyah dirancang relatif lebih unggul dibanding umumnya sekolah-sekolah dasar (pendidikan dasar berbasis pesantren), dengan beberapa karakteristik sebagai berikut: 1) sumber daya manusia (tenaga pendidik dan kependidikan) yang kompeten dan profesional di bidangnya dengan berbagai spesialisasi keilmuan, berusia produktif, serta memiliki background pendidikan pesantren; 2) proses pembelajaran di dalam kelas ditangani oleh minimal 2 orang guru setiap harinya, dengan jumlah peserta didik maksimal 20-25 siswa; 3) pembinaan tadarus al-Qur’an dan pembiasaan sholat dhuha serta pelatihan praktek keagamaan (ibadah) secara rutin dan terprogram di laboratorium agama; 4) pembelajaran bahasa asing (Arab – Inggris) dan komputer; 5) pelatihan keterampilan (life skill) dan kesenian; dan lain-lain.

Selain itu, meski belum menerima dana Bantuan Operasional Sekolah/Madrasah (BOS/M), sejak pertama kali didirikan MI Hidayatus Salafiyah Dukuhjeruk merupakan lembaga pendidikan yang konsisten menyelenggarakan “pendidikan gratis” bagi seluruh peserta didiknya hingga lulus. Dan sebagai salah satu wujud komitmen, tanggungjawab, serta jaminan kualitas (guaranty of quality), MI Hidayatus Salafiyah Dukuhjeruk akan memfasilitasi setiap lulusannya untuk memasuki jenjang pendidikan lanjutan (MTs/SMP) baik di dalam maupun di luar daerah. [ ]  

*************

Sabtu, 22 September 2012

Dari Pembelajaran Kognisi (Cognitive Oriented) Menuju Pendidikan Karakter


DARI PEMBELAJARAN KOGNISI (COGNITIVE ORIENTED)
MENUJU PENDIDIKAN KARAKTER

Oleh: Mohamad Kholil, S.S., M.S.I.
(Direktur Sekolah Dasar Islam “MI Hidayatus Salafiyah” Dukuhjeruk, Karangampel, Indramayu;
Tenaga Pengajar/Dosen FAI Universitas Wiralodra, STAI Sayid Sabiq, dan STKIP NU Indramayu;
Anggota Team Peneliti Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) RI, tentang:
Evaluasi Kesiapan Pelaksanaan Pendidikan Karakter Bangsa di Sekolah/Madrasah Seluruh Indonesia”, 2011)


A.    Konsep Pendidikan Karakter

Karakter merupakan nilai-nilai prilaku manusia yang memiliki dimensi multi-relasional, terkait hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa (habl min Allah), diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan, berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada seluruh warga sekolah/madrasah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia seutuhnya (insan kamil). Dalam pelaksanaan pendidikan karakter, semua komponen atau subyek sekolah/madrasah (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen substansi pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan kelas dan sekolah/madrasah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah/madrasah.
Singkatnya, sebagaimana diungkapkan Doni Koesoema A, M.Ed., “Pendidikan karakter yang utuh dan menyeluruh tidak sekedar membentuk anak-anak muda menjadi pribadi-pribadi yang cerdas dan baik, melainkan juga membentuk mereka menjadi “pelaku” bagi perubahan dalam hidupnya sendiri, yang pada gilirannya akan menyumbangkan perubahan bagi tatanan sosial kemasyarakatan menjadi lebih adil, baik, dan manusiawi.”.

B.     Pendidikan Karakter: Modal Membangun Peradaban dan Keadaban Bangsa

Dunia pendidikan saat ini diharapkan dapat menjadi motor penggerak sekaligus fasilitator dalam pelaksanaan pendidikan karakter, sehingga pada gilirannya secara umum masyarakat mempunyai kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara yang harmonis dan demokratis dengan tetap memperhatikan sendi-sendi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan norma-norma sosial di masyarakat yang telah menjadi kesepakatan bersama.
”Dari mana asalmu tidaklah penting, ukuran tubuhmu juga tidak penting. Namun ukuran otakmu yang cukup penting. Dan ukuran hatimu, itulah yang sangat penting”. Karena otak (pikiran) dan qalbu (hati) merupakan organ yang menyimpan potensi manusia paling kuat dalam menggerakkan seseorang dapat ”bertutur kata dan bertindak”.
Mungkin hal yang patut kita telaah dan renungkan dalam hati adalah, apakah telah memadai ”wahana” pembelajaran yang ada saat ini dalam memberikan peluang bagi peserta didik untuk meraih multi-kecerdasan yang mampu mengembangkan sikap-sikap mental mereka seperti: kejujuran, toleransi, integritas, komitmen, kerja keras, kedisipilinan, visioner, dan kemandirian?.
Potret sejarah bangsa Indonesia sesungguhnya telah memberikan pelajaran sangat berharga, betapa perbedaan, pertentangan, dan pertukaran pikiran, itulah yang sesungguhnya mengantarkan bangsa ini ke gerbang kemerdekaan. Melalui perdebatan tersebut kita banyak belajar, bagaimana toleransi dan keterbukaan para pendiri bangsa ini dalam menerima pendapat dan berbagai kritik saat itu. Melalui pertukaran pikiran itu kita juga bisa mencermati, betapa kuat keinginan para pemimpin bangsa itu untuk bersatu di dalam satu identitas kebangsaan, sehingga perbedaan-perbedaan tidak menjadi persoalan bagi mereka.
Karena itu pendidikan karakter dan kebangsaan harus digali dari landasan ideal “Pancasila” dan landasan konstitusional “UUD 1945” sebagai landasan berbangsa dan bernegara. Sejarah Indonesia memperlihatkan bahwa pada tahun 1928, ikrar “Sumpah Pemuda” menegaskan tekad untuk membangun nasional Indonesia. Mereka bersumpah untuk berbangsa, bertanah air, dan berbahasa satu, yaitu Indonesia. Ketika merdeka dipilihnya bentuk Negara Kesatuan. Kedua peristiwa sejarah ini menunjukan suatu kebutuhan yang secara sosio-politis merefleksi keberadaan watak “pluralisme” tersebut. Kenyataan sejarah dan sosial budaya tersebut lebih diperkuat lagi melalui arti simbol “Bhineka Tunggal Ika” pada lambang negara Indonesia.
Pendidikan nilai-nilai karakter bangsa harus dimulai dari pendidikan informal, dan secara pararel berlanjut pada pendidikan formal dan non-formal. Tantangan saat ini dan ke depan adalah, bagaimana kita mampu menempatkan pendidikan karakter sebagai satu “kekuatan bangsa”. Oleh karena itu kebijakan dan implementasi pendidikan yang berbasis karakter menjadi sangat penting dan strategis dalam rangka membangun bangsa. Hal ini tentunya juga menuntut adanya dukungan yang kondusif dari pranata politik, sosial, dan budaya bangsa.
”Pendidikan Karakter Untuk Membangun Keberadaban Bangsa” adalah kearifan dari keanekaragaman nilai dan budaya kehidupan bermasyarakat. Kearifan itu segera muncul, jika seseorang membuka diri untuk menjalani kehidupan bersama dengan melihat realitas plural yang terjadi. Oleh karena itu pendidikan harus diletakan pada posisi yang tepat, apalagi ketika menghadapi konflik yang berbasis pada ras, suku dan keagamaan. Pendidikan karakter bukan hanya sekedar wacana tetapi realita dan kebutuhan yang nyata; bukan hanya sekedar kata-kata tetapi tindakan; dan bukan hanya simbol atau slogan tetapi keberpihakan yang cerdas untuk membangun keberadaban bangsa Indonesia. Pembiasaan berperilaku santun dan damai adalah refreksi dari tekad bangsa: “sekali merdeka, tetap merdeka”. (Muktiono Waspodo).

C.    Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan Karakter

Terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik pendidikan di Indonesia, apabila dilihat dari standar nasional pendidikan yang menjadi acuan pengembangan kurikulum (KTSP) dan implementasi pembelajarannya di sekolah/madrasah, tujuan pendidikan nasional sebenarnya dapat dicapai dengan baik. Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya adalah, pendidikan karakter di sekolah/madrasah selama ini baru menyentuh pada tingkatan “pengenalan” norma-norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan “internalisasi” dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design tersebut menjadi rujukan konseptual dan operasional bagi pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan dalam: “Olah Hati” (spiritual and emotional development), “Olah Pikir” (intellectual development), “Olah Raga dan Kinestetik” (physical and kinestetic development), dan “Olah Rasa dan Karsa” (affective and creativity development). Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada grand design tersebut. Secara lebih rinci, aspek-aspek dalam pendidikan karakter memuat 12 point, yaitu: Pendidikan Agama, Kejujuran, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Semangat Kebangsaan, Cinta Tanah Air, Menghargai Prestasi, Bersahabat/Komunikatif, Cinta Damai, Gemar Membaca.
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 13 Ayat 1 disebutkan, bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non-formal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan informal sesungguhnya memiliki peran dan kontribusi yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan. Peserta didik mengikuti pendidikan di sekolah/madrasah hanya sekitar 7 jam per hari, atau kurang dari 30%. Selebihnya (70%), peserta didik berada dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Jika dilihat dari aspek kuantitas waktu, pendidikan di sekolah/madrasah berkontribusi hanya sebesar 30% terhadap hasil pendidikan peserta didik.
Selama ini, pendidikan informal terutama dalam lingkungan keluarga belum memberikan kontribusi berarti dalam mendukung pencapaian kompetensi dan pembentukan karakter peserta didik. Kesibukan dan aktivitas kerja orang tua yang relatif tinggi, kurangnya pemahaman orang tua dalam mendidik anak di lingkungan keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh media elektronik ditengarai bisa berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan pencapaian hasil belajar peserta didik. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui pendidikan karakter yang terpadu, yaitu memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal di lingkungan keluarga dengan pendidikan formal di sekolah/madrasah. Dalam hal ini, waktu belajar peserta didik di sekolah/madrasah perlu dioptimalkan agar peningkatan mutu hasil belajar dapat dicapai, terutama dalam pembentukan karakter peserta didik.
Sasaran pendidikan karakter adalah seluruh sekolah/madrasah di Indonesia. Semua warga sekolah/madrasah tanpa kecuali, yang meliputi para peserta didik, guru, tenaga administratif, dan pimpinan menjadi sasaran program ini. Lembaga-lembaga pendidikan yang selama ini telah berhasil melaksanakan pendidikan karakter dengan baik bisa dijadikan sebagai best practices, yang menjadi contoh untuk disebarluaskan ke lembaga-lembaga pendidikan lainnya.
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah/madrasah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan mendayagunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
Menurut Mochtar Buchori (2007), pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke “pengenalan nilai” secara kognitif, “penghayatan nilai” secara afektif, dan akhirnya ke “pengamalan nilai” secara nyata. Permasalahan pendidikan karakter yang selama ini ada perlu segera dikaji dan dicari altenatif-alternatif solusinya, serta perlu dikembangkan secara lebih operasional sehingga mudah diimplementasikan di sekolah/madrasah.
Melalui program ini diharapkan lulusan-lulusan dari peserta didik dapat memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkarakter mulia, memiliki kompetensi akademik yang utuh dan terpadu, sekaligus memiliki kepribadian yang baik sesuai norma-norma dan budaya Indonesia. Pada tataran yang lebih luas, pendidikan karakter nantinya diharapkan menjadi budaya sekolah/madrasah yang terpatri secara kokoh dan positif.

D.    Mengukur Keberhasilan Pendidikan Karakter

Keberhasilan program pendidikan karakter dapat diketahui melalui pencapaian indikator oleh peserta didik, yang antara lain meliputi hal-hal sebagai berikut:
1)      Mengamalkan nilai-nilai dan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik.
2)      Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri.
3)      Menunjukkan sikap percaya diri.
4)      Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas.
5)      Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, golongan sosial/ekonomi dalam lingkup nasional.
6)      Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif.
7)      Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif.
8)      Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimiliki.
9)      Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
10)  Mendeskripsikan gejala alam dan sosial.
11)  Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab.
12)  Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
13)  Menghargai karya seni dan budaya nasional.
14)  Menghargai tugas/pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya.
15)  Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang dengan baik dan positif.
16)  Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun.
17)  Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat.
18)  Menghargai adanya perbedaan pendapat.
19)  Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana.
20)  Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana.
21)  Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan lanjutan.
22)  Memiliki jiwa kewirausahaan.

Adapun pada lingkup lembaga pendidikan (sekolah/madrasah), kriteria keberhasilan pendidikan karakter adalah terbentuknya “budaya sekolah/madrasah” (yang meliputi: prilaku, tradisi, kebiasaan sehari-hari, pola dan hubungan kerja, serta simbol-simbol yang dipraktekkan oleh semua civitas sekolah/madrasah, termasuk masyarakat sekitar) yang berlandaskan pada nilai-nilai pendidikan karakter sebagaimana tersebut di atas [ ].
Demikian. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bi as-showab.

*********

(Disampaikan pada Forum Silaturahmi dan Halal Bi Halal
Keluarga Besar KKMI se-Wilayah Kec. Karangampel – Kedokan Bunder
Kab. Indramayu, Rabu, 12 September 2012/25 Syawal 1433 H)




”Apa yang aku pikirkan adalah suatu kebenaran yang mungkin mengandung kesalahan menurut orang lain. Dan apa yang orang lain pikirkan, bagiku adalah suatu kesalahan yang juga bisa mengandung kebenaran. Maka, raihlah hanya kebenaran itu saja, meski ia keluar dari mulut seekor keledai sekalipun. Dan kebenaran itu, selamanya tidak akan mampu diraih oleh orang-orang yang senantiasa sibuk membenarkan dirinya sendiri”

(Adapted from Imam Muhammad bin Idris As-Syafi’i RA.)

Kegiatan Olimpiade MIPAK - KKMI

DAFTAR PERINGKAT
HASIL SELEKSI KEJUARAAN OLYMPIADE MIPAK - MI
(MATEMATIKA, IPA, DAN KEAGAMAAN)
Kelompok Kerja Kepala Madrasah Ibtidaiyah (KKMI)
Wilayah Kecamatan Karangampel – Kedokan Bunder Kab. Indramayu
Sabtu, 15 September 2012 

KATEGORI
KELAS
PERINGKAT
Asal Madrasah
Skor Nilai
MATEMATIKA
4
I
M. Faisal
MI Raudlatut Thullab
56
II
a) Poniri
MI Darul Ulum
50

b) Aji Wahyu
MI Nurul Huda
50
III
Minkhatul M
MI Al-Basyariyah
40
5
I
Aziz Siswanto
MI Hidayatul Mubtadiin
64
II
A. Bahaudin
MI Raudlatut Thullab
54
III
Muhaimin
MI Al-Basyariyah
48
6
I
Ade Nur rahmawati
MI Raudlatut Thullab
60
II
Ahmad Fudoli
MI Al-Basyariyah
52
III
Nur Leili
MI Hidayatul Mubtadiin
44
IPA
4
I
Rosita Wati
MI Al-Basyariyah
60
II
a) Nayif Muh Rizqi
MI Raudlatut Thullab
54

b) Putri Halimatus S
MI Miftahul Ulum II
54

c) Haniyatul Kholifah
MI Hidayatul Mubtadiin
54
III
Abib Al-Farizi
MI Nurul Huda
38
5
I
Fajar Muflikhin
MI Al-Basyariyah
66
II
Salsabilah
MI Raudlatut Thullab
64
III
A. Fuad Afdol
MI Nurul Huda
60
6
I
Rona Najmah
MI Raudlatut Thullab
62
II
M. Nawawi
MI Nurul Huda
58
III
Indah Umayah
MI Miftahul Ulum II
54
KEAGAMAAN
4
I
Muh. Mughis
MI Miftahul Ulum II
75
II
Dzikro Lailatunnur
MI Raudlatut Thullab
67,5
III
AM. Rifqi
MI Nurul Huda
55
5
I
Salimah
MI Miftahul Ulum II
92,5
II
Angga Aditya
MI Al-Basyariyah
82,5
III
Sri Wahyuni
MI Miftahul Ulum
80
6
I
Indra Gunawan
MI Miftahul Ulum
80
II
a) Agung Ilahi
MI Hidayatul Mubtadiin
70

b) Tia Rohanah
MI Raudlatut Thullab
70
III
Yuliyanti
MI Miftahul Ulum II
67,5



Mengetahui,
Ketua KKMI Wilayah Kec. Karangampel dan Kedokan Bunder,




Sahroni, M.Pd.I.
NIP. 19660914 200003 1 002


Kordinator Tim Seleksi,
Kepala MI Hidayatus Salafiyah,




Mohamad Kholil, S.S., M.S.I.
NIP. 19820331 200604 1 015