“MEMAKNAI HIJRAH”
Oleh: Mohamad Kholil, S.S., M.S.I.
(Tulisan pernah dimuat di Majalah Media Pembinaan Kementerian Agama Jawa Barat, Desember 2010)
“Orang-orang yang
beriman, berhijrah, dan berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri
mereka, adalah orang-orang yang memiliki derajat paling tinggi di sisi Allah.
Merekalah orang-orang yang mendapat kemenangan. Tuhan menggembirakan mereka
dengan memberikan rahmat, ridha-Nya, dan surga yang di dalamnya terdapat
kebahagiaan yang kekal dimana mereka akan tinggal di sana selama-lamanya.”
(QS. At-Taubah, 9:
20-22)
Di dalam Al-Quran, kata
“hijrah” dengan berbagai bentuk derivasi atau kata turunannya disebutkan tak
kurang dari 38 kali. Dalam bentuk fi’il madhi (kata kerja lampau)
disebut sebanyak 18 kali, dalam bentuk fi’il mudhari’ (kata kerja present
dan future) sebanyak 6 kali, dalam bentuk fi’il amar (kata kerja
perintah) sebanyak 4 kali, dalam bentuk isim masdar (kata benda) 1 kali,
dalam bentuk isim fa’il (pelaku, subyek) sebanyak 8 kali, dan dalam
bentuk isim maf’ul (obyek, sasaran) 1 kali. (Kamus Al-Munawwir, hal.
1589-1590).
Secara etimologis, “hijrah”
berasal dari akar kata h-j-r (hajara) yang di dalamnya mencakup arti
antara lain: memutuskan, meninggalkan, berpisah, berjalan, bergegas, berpindah.
Dengan demikian, semua kata yang terdiri dari akar kata tersebut berarti
perpindahan atau perubahan, baik bersifat fisik maupun non-fisik (psikis,
moral, dan mental). Kata hijrah memiliki semangat mengubah atau berubah menjadi
lebih baik, lebih sempurna.
Nurcholis Madjid di
dalam salah satu bukunya menjelaskan, hijrah merupakan turning point
(titik balik) untuk membentuk masyarakat yang berperadaban. Dengan kata lain,
hijrah dimaknai sebagai upaya peningkatan kualitatif perjuangan bersama
menciptakan masyarakat yang sebaik-baiknya. Ciri khasnya adalah peradaban, civilization,
dan kehidupan teratur (madaniyyah atau tamaddun) yang dilandasi
oleh nilai-nilai keadilan dan persaudaraan. Dengan visi inilah Kota Yatsrib kemudian
diganti dengan nama Madinah yang menyiratkan berlakunya nilai-nilai keadaban.
(Nurcholish Madjid, Pintu-pintu Menuju Tuhan, 1994, h. 112-113).
Adapun menurut M. Quraish
Shihab, sebagaimana dijelaskan di dalam Tafsirnya Al-Mishbah, terdapat 4
(empat) poin penting seputar makna hijrah:
Pertama, kata “hijrah”
digunakan untuk mengistilahkan perpindahan suatu kelompok atau individu dari satu
hal yang sifatnya buruk kepada hal lain yang bersifat baik. Pengertian ini
berlaku pada kegiatan “pindah tempat” maupun “pindah kelakuan”.
Contoh hijrah yang paling populer dalam hal ini adalah peristiwa hijrahnya Nabi
Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah. Contoh lainnya adalah taubat yang
dilakukan seseorang. Artinya, jika seseorang telah bertaubat dari dosa-dosa dan
keburukan yang pernah dilakukannya, ia pada hakikatnya dapat dikategorikan “berhijrah”,
yakni berpindah dari suatu kondisi buruk kepada kondisi yang baik.
Kedua, Al-Qur'an
telah menjanjikan kelapangan dan kemenangan bagi siapa pun yang berhijrah. Namun,
kelapangan yang akan diberikan Allah itu tentunya hanya berlaku bagi orang yang
secara sungguh-sungguh melaksanakan hijrah.
Ketiga, sebelum peristiwa
hijrahnya Nabi Muhammad SAW, nabi-nabi yang lain pun sama melaksanakan hijrah.
Misalnya, hijrah yang dilakukan Nabi Musa AS beserta kaumnya dari Mesir ke
Palestina. Meski demikian, hasil dari hijrah yang dilakukan oleh nabi-nabi terdahulu
memiliki perbedaan satu sama lain. Hal ini disebabkan oleh perbedaan usaha yang
dilakukan oleh masing-masing Nabi. Hijrahnya Nabi Muhammad SAW dilakukan dengan
perencanaan yang matang, dan dilakukan secara sembunyi-sembunyi serta bertahap.
Nabi Muhammad SAW sebagai seorang pemimpin, justeru merupakan orang terakhir yang
berangkat hijrah setelah umatnya terlebih dahulu hijrah. Beliau berangkat hijrah
ke Madinah bersama seorang sahabat dekatnya, Abu Bakar As-Shiddiq. Meski
mengalami berbagai rintangan selama perjalanan, Beliau tidak merasa gentar
sedikit pun. Bahkan, ketika mereka berdua bersembunyi di dalam goa, Nabi
Muhammad SAW menenangkan hati Abu Bakar As-Shiddiq yang saat itu dirundung
perasaan takut dan was-was dengan berkata: “Sesungguhnya Allah beserta kita”.
Dan buah dari perencanaan serta kebersamaan yang tercermin dari ucapan beliau tersebut
menjadikan hijrah Nabi akhirnya berjalan dengan sukses.
Keempat, hal yang sangat
penting dalam aktifitas hijrah adalah adanya usaha yang maksimal. Ketika seseorang
telah bertekad untuk berhijrah, maka menjadi keharusan baginya agar berusaha
dengan sungguh-sungguh di dalam menjalankan hijrah. Karena, dengan tekad dan
usaha sungguh-sungguh itulah Allah akan membantunya dalam meraih keberhasilan
dari upaya hijrah tersebut.
Demikian. Semoga kita
termasuk ke dalam golongan “muhajirin”, yakni golongan yang dapat memaknai dan
mengamalkan arti hijrah secara hakiki di dalam menapaki proses dan dinamika kehidupan.
Sehingga karenanya kita dapat senantiasa berubah dari waktu ke waktu menuju
keadaan yang lebih baik dan tentunya diridhoi. Amin. Semoga bermanfaat. Wallahu
A’lam. [ ]